• 021-31-118-118
  • info@idaqu.ac.id
  • Cipondoh, Tangerang, Banten
Berita Terkini
Parallel Session AICIS 2024, Dosen PGMI Institut Daarul Qur’an Presentasikan Paper Tentang Gagasan Moderasi Beragama Buya Syafii Maarif

Parallel Session AICIS 2024, Dosen PGMI Institut Daarul Qur’an Presentasikan Paper Tentang Gagasan Moderasi Beragama Buya Syafii Maarif

48 Views

Dosen PGMI Institut Daarul Qur’an Jakarta, Feny Nida Fitriyani, M.Pd, terpilih menjadi salah satu presenter open panel dalam Parallel Session di Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2024. Papernya terpilih dari 2000 paper masuk dan hanya diterima 320 paper. Dengan rincian: invited panel ada 80, open panel ada 100, dan Extended panel ada 140. 320 paper ini akan diterbitkan di jurnal terindeks Scopus dan juga Sinta 2. Kegiatan ini berlangsung di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Semarang, Jawa Tengah selama 5 hari dari Tanggal 31 Januari 2023 hingga 4 Februari 2024.

Kegiatan the 23rd Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2024 ini mengangkat tema: “Redefining The Roles of Religion in Addressing Human Crisis: Encountering Peace, Justice, and Human Rights Issues” atau “Mendefinisikan Ulang Peran Agama dalam Mengatasi Krisis Kemanusiaan: Menghadapi Isu Perdamaian, Keadilan, dan Hak Asasi Manusia”

Feny mempresentasikan hasil risetnya yang berjudul “Religious Moderation and Social Resilience on Religious communities:The Study of Ahmad Syafi’I Maarif Ideas” pada Sabtu (3/2/2024). Dalam papernya, Feny menjabarkan bahwa Indonesia adalah wajah masyarakat muslim dunia, yang dikenal sebagai bangsa majemuk yang diperlihatkan dari banyaknya agama, suku, dan ras. Saat ini, heterogenitas masyarakat tidak hanya ditarfsirkan secara positif saja, namun sebaliknya, beberapa masalah muncul akibat penafsiran yang dilakukan secara negatif, misalnya adanya kasus intoleransi, radikalisme, extremisme, dan terorisme yang mengancam persatuan bangsa. Cara pandang moderasi beragama penting diterapkan untuk merespon isu-isu keagamaan tersebut. Dan, Indonesia sangat beruntung karena memiliki modal sosial kultural yang kokoh untuk mengimplementasikan moderasi beragama. Salah satu tokoh cendekiawan muslim yang mengajarkan tentang gagasan moderasi beragama adalah Buya Syafii Maarif.

Foto Bersama setelah Presentasi Parallel Session (Sabtu, 3/2)

Dalam temuan risetnya, Buya Syafii melihat ada dua hal yang harus ditempuh untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang moderat. Pertama, membersihkan kecenderungan etik golongan, suku dan ras dengan etik Al Qur’an yang dipahami secara utuh, jujur, dan bertanggung jawab. Kedua, menumbuhkan kesediaan kita untuk menilai secara kritis seluruh warisan intelektual dan kultural Islam melalui kritik sejarah dengan ruh Al Qur’an.

Moderasi beragama harus dipahami sebagai sikap beragama yang seimbang antara pengamalan agama sendiri (eksklusif) dan penghormatan kepada praktik beragama orang lain yang berbeda keyakinan (inklusif). Moderasi beragama merupakan kunci terciptanya toleransi dan kerukunan, baik di tingkat lokal, nasional, maupun global.

Tiga nilai yang diperkenalkan oleh Buya Syafii Maarif yaitu: nilai-nilai toleransi, anti kekerasan dan inklusifitas/keterbukaan. Pertama, nilai toleransi. Maarif Institute mengajarkan bagaimana masyarakat (peserta didik) paham akan nilai-nilai toleransi dan implementasinya, hak beragama, hak dalam menjalankan praktik keagamaan, dalam ranah dakwah yaitu mengajak tanpa memaksa dan berlaku adil terhadap perbedaan.

Kedua, anti kekerasan. Kekerasan adalah perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain. Atau menyebabkan perusakan fisik dan barang orang lain. Adapun yang menjadi landasan kurikulum oleh Maarif Institute terkait hal ini adalah kemampuan setiap peserta didik secara aktif mencegah dirinya dan orang yang melakukan upaya provokasi, menyebar kebencian, dan aksi kekerasan terhadap pihak lain baik kekerasan fisik maupun kekerasan verbal.

Ketiga, Inklusifitas. Keterbukaan hati merupakan awal dari mulainya komunikasi. Adapun karakter inklusif yang ingin dituju adalah adanya kesediaan peserta didik untuk membuka hal-hal baru yang positif, keaktifan untuk berdialog dengan pihak lain guna mencari kebenaran dan kemaslahatan bersama, dan menenggang kelompok lain untuk menjalankan kewajiban sesuai keyakinan dan agamanya. Pada term inklusifitas ini, Maarif Institute mengajarkan nilai-nilai berlomba-lomba dalam kebaikan, bagaimana menghargai karya dan budaya bangsa lain.

Nilai-nilai moderasi beragama Buya syafii Maarif ini harus disemaikan dalam diri peserta didik di sekolah melalui pembelajaran yang terintegrasi sehingga akan muncul jiwa jiwa moderat dalam diri peserta didik. Generasi muda yang akan merubah Indonesia menjadi lebih baik.

Hadir juga dua pembahas, yaitu Prof.Wawan Wahyuddin, MA dari UIN Banten selaku Rektor, dan Prof Dindin Solahudin, MA dari UIN Bandung selaku Wakil Direktur Pascasarjana, mengapresiasi temuan dan rekomendasi dari artikel Feny Nida Fitriyani.

“Pentingnya riset mengenai keberagamaan dan moderasi beragama harus selalu di semarakan sebagai upaya untuk mendamaikan identitas keagamaan yang ada di Indonesia” katanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *